Tentang Pendidikan Non Formal - nblognlife

Tentang Pendidikan Non Formal

      Setelah membaca ulasan tentang perbedaan pendidikan formal,pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Berikut ini pembahasan yang lebih rinci tentang Pendidikan Non Formal.





1. Pendidikan Non Formal     
          Pendidikan Non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan, yang di dalamnya tidak terdapat peraturan yang tetap dan ketat seperti pada lembaga pendidikan formal. 
          Menurut Sanapiah Faisal (1981), pendidikan non formal,  paket pendidikannya berjangka pendek, setiap progam pendidikannya merupakan suatu paket yang sangat spesifik dan biasanya lahir dari kebutuhan yang sangat dirasakan keperluannya.
Pedidikan non formal relatif lebih lentur dan berjangkaa pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan Formal. Contoh konkritnya seperti pendidikan  melalui kursus, penataran dan training-training.
 Pelaksanaan pendidikan non formal:
  1. Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang
  2. Waktu penyampaian diprogam lebih pendek
  3. Usia siswa di suatu kursus tidak perlu sama
  4. Para siswa umumnya berorientasi studi berjangangka pendek, praktis, agar segera dapat menerapkan hasil pendidikannnya dalam praktek kerja(berlaku terutama dalam masyarakat sedang berkembang)
  5. Merupakan respons daripada kebutuhan khusus yang mendesak
  6. Materi mata pelajaran umumnya lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus
  7. Kredensials (ijazah, dan sebagainya ) umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi penerima siswa 
"Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan." (Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat (6) tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sistem penilaian pendidikan kesetaraan dilakukan dengan cara :
  1. Penilaian mandiri, dengan mengerjakan berbagai latihan yang terintegrasi dalam setiap modul.
  2. Penilaian formatif oleh tutor melalui pengamatan, diskusi, penugasan, ulangan, proyek, dan portofolio, dalam proses tutorial.
  3. Penilaian semester.
  4. Ujian Nasional oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian, dan Pengembangan, serta Departemen Pendidikan Nasional.
2. Jenis dan Satuan Penyelenggara Pendidikan Non-formal
a) Jenis
            Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
b) Satuan Penyelenggara Pendidikan
  • Kelompok bermain;
  • Taman penitipan anak;
  • Lembaga kursus;
  • Sanggar;
  • Lembaga pelatihan;
  • Kelompok belajar;
  • Pusat kegiatan belajar masyarakat;
  • Majelis taklim.
3. Visi dan Misi Satuan Pendidikan Non-formal
          Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 49 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan non-formal, dipaparkan tentang visi dan misi satuan pendidikan non-formal sebagai berikut:
a) Visi Satuan Pendidikan Non-formal
1) dijadikan sebagai cita-cita bersama oleh segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
2) mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga satuan pendidikan nonformal dan segenap pihak yang berkepentingan;
3) dirumuskan berdasarkan masukan dari warga satuan pendidikan nonformal dan pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi pendidikan nasional;
4) diputuskan oleh pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan nonformal dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak;
5) disosialisasikan kepada segenap pihak yang berkepentingan;
6) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.

b) Misi Satuan Pendidikan Non-formal
1) memberikan arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan nonformal sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
2) merupakan kegiatan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu;
3) menjadi dasar penentuan sasaran, program, dan kegiatan pokok satuan pendidikan nonformal;
4) menekankan pada mutu layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh satuan pendidikan nonformal;
5) memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program satuan pendidikan nonformal;
6) memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan pada penyelenggara satuan pendidikan nonformal;
7) diputuskan oleh pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan nonformal dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak;
8) disosialisasikan kepada segenap pihak yang berkepentingan;
9) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat.

4. Tugas-tugas Pendidikan Non Formal 
          Tugas Pendidikan Non-formal adalah membantu kualitas dan martabat sebagai individu dan warga negara yang dengan kemampuan  dan kepercayaan  pada diri sendiri harus dapat mengendalikan perubahan dan kemajuan. Tugas ini sejalan dengan tugas yang telah digariskan dalam GBHN dan pendidikan nasional. Oleh karena itu wajarlah bila perhatiaan terhadap pendidikan non-formal semakin besar.
Beberapa faktor yang berpengaruh, sehingga perhatian tersebut semakin besar dan nyata :
  • Kemajuan Teknologi  yang antara lain membuat usangnya hasil penemuan masa lampau, sekaligus dengan itu membuka prespektif-prespektif baru.
  • Lahirnya persoalan-persoalan baru terhadap mana orang harus belajar tentang bagaimana menghadapinya, soal-soal mana tidak dapat diserahkan hanya kepada Lembaga  pendidikan Formal. [eksposi penduduk, soal pencemaran alam dan soal dalam hubungannya dengan perubahan kehidupan keluarga, interaksi sosial, kenakalan remaja, dsb.
  • Sebagai ciri manusia,” keinginan untuk maju, untuk belajar yang kian meningkat”. Tidak dapat diktekankan dengan berbagai cara. Terutama keinginan untuk maju pada mereka yang sudah bekerja, mereka ini selalu mengharapkan untuk menyerap kemajuan teknologi dan pengetahuan guna perbaikan dirinya. Dengan melalui “semacam kursus-kursus di mana orang mendapatkan kepuasan dan kesenangan dalam menambah pengetahuan/kecakapan “maka tidak selalu diusahakan Lembaga Pendidikan Formal.
  •  Adanya “ perkembangan alat-alat komunikasi yang memperluas kemungkinan untuk mengikuti pendidikan tanpa datang ke sekolah atau memperluas kemungkinan untuk mengajukan Progam pendidikan secara sistematis tanpa mengumpulkan orang dalam suatu tempat yang sama.
  •  Telah adanya dan terbentuknya “ bermacam organisasi sosial yang menambah medan pendidikan serta kebutuhan akan menyelenggarakan Pendidikan Non-formal. Terlebih-lebih bila organisasi-organisasi tersebut banyak yang ingin menambah pengetahuan serta keterampilan angotanya” sehingga dapat memberi rangsangan untuk bertempat tinggal.

5. Sasaran Pendidikan Non-formal atau PLS
          Dengan meninjau ciri-ciri dan klasifikasi pendidikan luar sekolah (non-formal), maka sasaran pendidikan luar sekolah tidak mudah ditetapkan seperti pendidikan sekolah (formal).
Adapun sasaran pendidikannya dapat dibagi menjadi 2 sasaran pokok yakni:
1. Pendidikan Non-formal (PLS) untuk Pemuda
Pendidikan ini timbul oleh karena:
a)    Banyak anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih di negara yang berkembang.
b)    Mereka memperoleh pendidikan yang tradisional.
c)    Mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola-pola pergaulan.
d)    Mereka dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari masyarakatnya.

2. Pendidikan Non-formal (PLS) untuk Orang Dewasa
1. Sasaran Pertama
     Sasaran pertama adalah terutama para remaja dan pemuda pra dewasa yang belum bekerja serta belum siap bekerja karena tidak memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalm dunia kerja.
2. Sasaran kedua
     Mereka yang telah bekerja namun kualitas kerjanya belum memadai.
3. Sasaran Ketiga
     Bisa pula menyangkut golongan pertama dan kedua, namun biasanya lebih  banyak menyangkut semua warga masyarakat, khususnya masyarakat lapisan bawah.(Soedomo,1989)
          Selain itu pendidikannya ditujukan juga bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

6. Asas-asas Pendidikan Non-formal
1) Asas Inovasi
          Asas inovasi merupakan asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal, arti inovasi yakni pemecahan masalah dengan mengubah melalui titik pemberangkatannya yang lain sama sekali dari kebisaaan yang berlaku, jadi berbeda dari cara-cara perbaikan secara bertahap dalam rangka atau system yang sudah ada.
Konsekuensi  dari  asas inovasi ini, perlu diadakan perubahan tentang anggapan  bahwa :
a)    Para perencana dan pelaksana pendidikan lebih banyak memusatkan pikirannya pada perencanaan pendidikan formal daripada pendidikan non-formal.
b)    Pendidikan dan perbuatan belajar hanya terbatas pada usia-usia tertentu. Sebagai akibatnyalah bahwa struktur pendidikan dalam arti persekolahan yang ada selama ini dibatasi dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
2) Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan Pendidikan Non-formal
          Perumusan  tujuan untuk progam pendidikan merupakan langkah yang penting dan pertama harus dikerjakan baik bagi pendidikan formal, informal maupun non-formal. Penentuan dan perumusan tujuan, tidak bisa dilepaskan dari :
“jenis dan tingkatan pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang anggota masyarakat.
3) Asas Perencanaan dan Pengembangan Progam Pendidikan Non-formal
          Pada tahap perencanaan mempunyai nilai yang sangat penting oleh karena dapat membawa efektivitas dan efisiensi sesuatu kegiatan yang dilaksanakan.
 Syarat  perencanaan  :
a. Perencanaan Harus Bersifat Komprehensif
          Hal ini berarti bahwa progam atau kegiatan yang direncanakan harus sesuai dengan tujuan yang telah digariskan sebelumnya,dengan kata lain dapat memenuhi kebutuhan individu/masyarat karena tujuan-tujuan tersebut telah mencerminkan dan mencangkup semua jenis kebutuhan individu, masyarakat dan nasional.
b. Perencanaan Harus Bersifat Integral
          Perencanaan yang integral berarti perencanaan yang memuat jenis pendidikan formal dan non-formal yang terkoordinasi dan termotivasi, sehingga jenis progam pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain.
Akibat perencanaan yang integral, maka “output dari suatu progam dapat merupakan input bagi progam lainnya, dan akhirnya dapat menjadi output yang diharapkan dari keseluruhan system pendidikan”.
cPerencanaan Harus Memperhitungkan Aspek-aspek Kuantitatif dan kualitatif
          Pada umumnya banyak yang beranggapan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal cenderung untuk memperoleh jumlah pelajar yang sebanyak-banyaknya.
          Anggapan diatas tentunya lebih baik dan lebih dapat diterima bila “di dalam lapangan. Pendidikan non-formal pun harus mampu meningkatkan kualitas belajar serta kualitas kerja seseorang”.
d. Perencanaan Harus Memperhitungkan Semua Sumber-sumber yang Ada atau Dapat Diadakan
          Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat . Dalam hal ini diperlukan adanya “ integrasi dan pendayagunaan semua sumber-sumber yang tersedia, baik sumber pemerintah maupun swasta”.
Integrasi ini dilaksanakan dengan jalan memberi kesempatan lebih banyak demi tumbuhnya partisipasi masyarakat yang lebih besar, terutama partisipasi dan peranan kepemimpinan swasta dan organisasi-organisasi sosial yang ada. 

7. Sifat-sifat Pendidikan  Non Formal
Sifat-sifat Pendidikan Non-formal dibanding Pendidikan Formal :
a. Pendidikan Non-formal Lebih Fleksibel
          Sifat fleksibel di atas dalam arti luas seperti tidak ada tuntutan syarat Credential yang keras bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan, beberapa tahun atau beberapa hari saja. Dari segi  tujuannya pendidikan non-formal dapat luas tujuannya, dan bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan. Sedang dalam pengajarannya, tidak perlu syarat-syarat yang ketat, hanya dalam pelajaran yang diberikan ia lebih dari murid-muridnya serta metode dapat disesuaikan dengan besarnya kelas.
b. Pendidikan Non-formal Mungkin Lebih Efektif dan Efesien Untuk Bidang-Bidang Pelajaran Tertentu.
          Bersifat efektif karena progam pendidikan Non-formal bisa spesifik dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat (guru, metode, fasilitas lain) secara ketat. Dan tempat penyelenggarannyapun dapat di mana daja seperti di sawah, di bengkel, di rumah, di pasar, di tempat kerja yang lain.
c. Pendidikan Non-formal Bersifat Quick Yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
d. Pendidikan Non-formal Sangat Instrumental artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relative singkat. Yang dihasilkan meliputi : tenaga kerja yang terampil, dan terciptanya lapangan kerja baru.

8. Syarat-syarat Pendidikan Non Formal
 Dalam pelaksanaannya, pendidikan non-formal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pendidikan Non-formal harus jelas tujuannya.
          Tujuan ini harus merupakan sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh peserta. Hal ini tentu saja mendapatkan dukungan dari nilai-nilai, aspirasi dan kebutuhan masyarakat sebagai peserta.
b. Progam Pendidikan Non-formal harus menarik (appealing) baik yang akan dicapai maupun cara-cara melaksanakannya.
          Appealing ini sangat diperlukan karena didalam Pendidikan Non-formal harus memperoleh dukungan daripada masyarakat serta partisipasi aktif masyarakat . Prtisipasi masyarakat sangat diperlikan karena dalam pelaksanaan Pendidikan Non-formal pun perlu fasilitas dan pembiayaan.
c. Adanya integrasi Pendidikan Non-formal dengan progam-progam pembangunan dalam masyarakat.
          Pengalaman menunjukkan bahwa suatu progam pendidikan tidak akan berhasil kalau tidak berkaitan dengan kegiatan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebelum diadakan perencanaan pendidikan Non-formal disusun, maka hendaknya progam disusun.

9. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Non-formal (PLS) di Indonesia
a) Faktor Pendukung
         Faktor pendukung ini macam-macam bentuknya yang berupa, fasilitas ada juga yang berupa kebijaksanaan, partisipasi masyarakat, tenaga dan lain-lain. Seperti halnya kita ketahui yang menjadi pendukung-nya pendidikan non-formal (PLS) adalah (Sismanto,1984):
1)    Adanya perhatian UNESCO terhadap masalah pendidiakan di negara kita, terbukti badan tersebut telah memberikan bantuan-bantuan yang tidak sedikit terhadap Negara Indonesia. Pada dasarnya bantuan tersebut adalah berupa dana tetapi toh pada akhirnya dana tersebut akan menjadi fasilitas, buku-buku dan lain-lain.
2)    Adanya Perguruan Tinggi/ Institutyang membuka jurusan Pendidikan luar sekolah, maka dengan demikian akan ada sarjana yang mengolah lapangan/bagian pendidikan luar sekolah yang mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan.
3)    Digunakan fasilitas yang dapat untuk penyelenggaraan pendidikan luar sekolah seperti: penggunaan balai desa, gedung-gedung sekolah dan rumah-ruamh penduduk yang memungkinkan untuk kegiatan luar sekolah.
4)    Dibahasnya pendidikan luar sekolah dalam REPELITA.
5)    Adanya Departemen-departemen yang telah menyelenggarakan pendidikan luar sekolah.
6)    Adanya Instansi pemerintah yang khusus menangani pendidikan luar sekolah yaitu dengan adanya Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga.
b) Faktor Penghambat
          Selain adanya faktor pendukung yang dapat memperlancar lajunya pendidikan non-formal, ada juga faktor penghambat yang menghalangi laju pelaksanaan pendidikan non-formal (PLS). Faktor penghambat tesebut adalah (Sismanto,1984):
1)    Kurangnya tenaga ahli.
2)    Kurangnya biaya atau anggaran pendidikan luar sekolah (non formal) untuk memenuhi kebutuhan di dalamnya. Kebutuhan yang dimaksud sepeti honor tutor, pembelian fasilitas belajar, dan lain-lain.
3)    Kurang terkoordinirnya dengan instansi lain.
Faktor ini memang masih menjadi penghambat karena seperti kita ketahui sampai saat ini masih belum terkoordinasi yang baik untuk menangani pendidikan di luar sekolah antara instansi yang satu dengan lainnya.
4)    Masyarakat masih menganggap bahwa ia sudah terlambat untuk belajar.
Faktor penghambat lain (penulis):
-          Anggapan bahwa lulusan dari sebuah lembaga formal lebih dihargai lulusannya oleh pemerintah daripada lulusan dari sebuah lembaga Pendidikan Non-formal.

Solusi
Sehubungan dengan hambatan di atas maka dalam hal ini akan dibahas kemungkinan-kemungkinan pemecahannya. Kemungkinan pemecahannya adalah sebagai berikut (Sismanto,1984):
1)    Dengan kurangnya tenaga ahli maka harus  dapat mencari sumber manusia yang lain yang kiranya dapat untuk menggantikan walaupun tidak sama, atau barangkali walau tidak orang ahli kita akan terus menjalankan progam dengan melalui buku-buku yang tersedia.
2)    Dengan adanya kurang dana dari pemerintah maka untuk mengatasi masalah tersebut, dana dapat dicarikan atau dibebankan pada masyarakat setempat yang dirasa mampu untuk memberikan bantuan. Yang dapat memperlancar progam.
3)    Dengan adanya kurang kerjasama dengan instansi lain atau lembaga lain maka dalam hal ini kita sebagai tenaga pendidikan luar sekolah harus dapt membicarakan masalah ini dengan instansi-instansi yang ada sehingga koordinasi akan terbentuk.
4)    Begitu juga dengan adanya anggapan masyarakat yang salah tersebut tenaga pendidikan luar sekolah harus dapat menerangkan kepada mereka, bahwa anggapan tersebut tidak betul, dan terangkan bahwa belajar itu sebetulnya tidak ada kata terlambat, yang mana pada dasarnya manusia hidup.
Solusi dari faktor penghambat lain:
- Solusinya seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat (6) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.”

10. Rencana Strategis Pendidikan Non-formal (PLS)
          Menurut Isjoni (2004) dalam artikelnya yang berjudul pendidikan luar sekolah berpendapat bahwa dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah
1.    Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;
2.    Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;
3.    Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
4.    Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
5.    Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.

Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
1. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;
2. Pembinaan kelembagaan PLS;
3. Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
5. Meningkatkan fasilitas di bidang PLS.

11. Peranan dan Tujuan Pendidikan Non Formal
Secara rinci peranan pendidikan nonformal dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. Pendidikan suplemen: kesempatan untuk menambah/meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu di luar pendidikan sekolah/formal.
  2. Pendidikan komplemen: kesempatan untuk menambah/melengkapi pendidikan sekolah formal.
  3. Pendidikan kompensasi/pengganti: kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi yang tidak pernah mengalami pendidikan di sekolah.
  4. Pendidikan substitusi: kesempatan untuk belajar pada jenjang pendidikan tertentu berhubungbelum adanya pendidikan sekolah di sekitar tempat tinggal.
  5. Pendidikan alternatif: kesempatan untuk memilih jalur pendidikan nonformal sehubungan dengan peluang atau waktu yang dimiliki.
  6. Pendidikan pengayaan/penguatan: kesempatan untuk memperkaya/ memperluas/ meningkatkan kemampuan yang diperoleh dari pendidikan sekolah/formal.
  7. Pendidikan pemutakhiran/updating :kesempatan untuk memutakhirkan atau meremajakanpengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki.
  8. Pendidikan pembentukan keterampilan: kesempatan untuk memperoleh keterampilan baru di samping keterampilan yang telah dimiliki.
  9. Pendidikan penyesuaian: kesempatan untuk memperoleh pendidikan penyesuaian diri sehubungan adanya mobilitas teritorial, pekerjaan, dan perubahan sosial.
  10. Pendidikan pembibitan: kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau latihan keterampilan tertentu melalui proses belajar bersama sambil mengadakan usaha bersama dalam kelompok belajar usaha bersama. (Soedomo, 1989).
          Pendidikan Non-formal juga berfungsi mengatasi berbagai kesenjangan yang ada di masyarakat. Hunter (1974) mengidentifikasikan sembilan kesenjangan yang dapat diatasi melalui Pendidikan Non-formal sebagai berikut.
  1. Kesenjangan pekerjaan (the job gap), yaitu adanya ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja atau keterampilan yang dibutuhkan.
  2. Kesenjangan efisiensi (the efficiency gap), yaitu kurangnya pemanfaatan secara tepat sumber daya manusia dan Sumber finansial.
  3. Kesenjangan permintaan dan penyediaan (the demand and supply gap), yaitu meningkatnya permintaan pendidikan dan konsekuensi rendahnya  mutu pendidikan.
  4. Kesenjangan populasi (population gap), yaitu gagalnya sekolah untuk mengatasi pertumbuhan penduduk usia sekolah.
  5. Kesenjangan bayaran sebagia pendapatan (the wage gap), yaitu tingginya bayaran di sektor perkotaan mengakibatkan migrasi dari desa ke kota.
  6. Kesenjangan persamaan hak (the equity gap), yaitu ketidakmampuan memberikan kesempatan kepada semua orang; hanya bagi orang-orang yang punya kemampuan untuk membiayai yang semakin tinggi tingkatan pendidikannya semakin tingi pula ongkosnya.
  7. Kesenjangan beradaptasi (the adaptability gap), yaitu kekakuan atau ketidakluwesan sekolah yang menyebabkan sulitnya mereka merespon kebutuhan sosial dan ekonomi.
  8. Kesenjangan evaluasi (evaluation gap). Kesenjangan ini timbul karena sulitnya menilai kinerja individu dalam pekerjaan karena keterampilan pekerja lebih cepat dari supervisornya.
  9. Kesenjangan harapan (expectation gap) yang terlihat dari adanya migrasi dari desa ke kota dan mengejar pendidikan guna mencari kerja yang sering kali tidak tersedia.
Tujuan
            Pendidikan non-formal mempunyai tujuan nasional sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi pesertya didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No.20 Th.2003).
Sedangkan secara operasional, pendidikan non-formal mempunyai tujuan institusional yang memungkinkan warga masyarakat memiliki:
  1. kesempatan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri;
  2. kemampuan menghadapi tantangan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungn masyarakat,
  3. kemampuan membina keluarga sejahtera untuk memajukan kesejahteraan umum;
  4. kemampuan wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga segara;
  5. kemampuan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat;
  6. kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki. (Soedomo, 1989).
          Keenam tujuan institusional tersebut menegaskan bahwa pendidikan nonformal berusaha mengembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang terhadap kecerdasan, sikap, kreativitas, dan keterampilan dalam upaya meningkatkan mutu dan taraf hidup baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

Sumber:

[RS]

Klik Like & Share jika postingan ini bermanfaat
Apa tanggapan Anda?

Berikan tanggapan Anda melalui kolom komentar yang telah disediakan.
- Gunakan bahasa yang sopan;
- Saat menjadikan postingan pada blog ini sebagai referensi, jangan lupa mencantumkan sumbernya (link dari blog ini).

Jika blog ini bermanfaat jangan lupa memberikan 'like' atau 'share' untuk mendapatkan update terbaru.

Terima kasih